Imlek tahun ini aku ngotot banget pergi ke klenteng. Bukan untuk merayakan, tetapi aku suka nuansa Imlek yang penuh dengan merah. Aku tidak terlalu suka warna mencolok, tetapi aku suka sekali dengan lampion. Iya, lampion yang digantung setiap kali menjelang dan setelah Imlek selalu memanggilku seolah ingin kutatap lama-lama. Indah sekali.
Sayangnya, Imlek yang jatuh pada tanggal 28 Januari 2017 tidak menuntunku untuk bisa melihat secara langsung prosesi peribadatan umat Tionghoa di klenteng. Alasannya klasik, hujan. Memang, hujan disaat Imlek dan Cap Go Meh dianggap lumrah oleh yang merayakan tahun tersebut. Rejeki, katanya. Semakin deras, maka akan semakin baik pula rejekinya. Wallahualam, semua kan sudah tertulis jauh di sana.
Hari ketika Imlek, aku hanya duduk di kos, mengerjakan apa yang bisa kukerjakan sambil menikmati beberapa film yang telah kuputar sebelumnya. Menyenangkan, tetapi aku cukup kecewa karena pembatalan acara yang dilakukan secara sepihak. Tak apalah, toh itu juga sudah terjadi.
Keesokan harinya, Minggu (29 Jan 2017), aku tetiba diajak untuk ke kawasan Glodok, Kota, Jakarta. Tanpa pikir panjang aku mau. Antusiasmeku masih sangat besar untuk ikut menyaksikan jajaran lampion merah yang indah tersebut. Akhirnya, tepat setelah aku izin pulang lebih dulu dari gath Blogger Jakarta, aku menuju ke stasiun Cikini untuk bisa sampai ke stasiun Kota.
Sesampainya di sana, aku telah ditunggu oleh Mas Haris, tersangka yang membatalkan sepihak dan mengajak secara mendadak. Kami makan terlebih dahulu sebelum kami melakukan perjalanan jauh *halah*. Setelah cukup kenyang, kami menuju ke kawasan Petak Sembilan, Jakarta berjalan kaki. Ini tidak direkomendasikan untuk yang tidak suka berjalan jauh, ya. Jaraknya lumayan jauh jika dari Stasiun Kota. Cukup melelahkan.
Akhirnya, Jejak Membawa Kami Sampai ke Tujuan
Pertama sampai, aku tidaak pernah membayangkan akan menyusuri gang-gang kecil. Kupikir, kelentengnya sebesar Sampookong di Semarang. Ternyata, lebih kecil. Untuk bisa ke sanapun, kami harus melewati pasar yang lumayan sempit dan gelap karena waktu sudah menjelang maghrib. Obyek foto terlalu gelap.
Kupikir daerah ini istimewa, ternyata biasa saja. Bagiku, masih keren wilayah pecinan Semarang, sih. Ya mungkin karena aku asli Semarang dan sedang rindu pulang juga. Biasalah, sudut pandang subyektif selalu mengikuti, itu pasti. Mas Haris menunjukkanku klenteng pertama.
"Kita sudah sampai," katanya. Lah, kok biasa saja, pikirku waktu itu. Kami diizinkan masuk oleh warga sekitar yang ada di klenteng. "Masuk saja, tidak apa-apa, kok," sambut mereka ramah. Iya, kami dibebaskan untuk masuk sekadar melihat-lihat atau mengambil gambar orang-orang yang tengah beribadah. Dengan sedikit ragu, aku pun masuk ke dalam.
Memang naluri fotografer kali, ya. Aku ditinggalkan dan Mas Haris asyik membidik obyek foto. Aku yang memang masih merasa kikuk di dalam, akhirnya duduk mengobrol dengan salah seorang bapak2 paruh baya yang sepertinya keturunan China asli (terlihat dari wajahnya, sih hahaha). Aku menanyakan ini dan sekarang aku lupa apa yang telah aku tanyakan XD. Blogger macam apa saya ini hahahaha.
Oh ya, pertama kali masuk ada yang bikin keki dan kzl abis. Aku datang dengan menggunakan kacamata. Tetapi, ketika masuk ke klenteng Mas Haris bilang, "lepas saja kacamatamu itu, biar sama dengan mereka (Orang China)," -_________________________- Ini buka kali pertamanya sih aku diperlakukan seperti ini oleh orang-orang di sekitaranku. Mungkin, karena memang aku sipit dan sometimes sangat sipit kali, ya hahahaha.
"Ini, klenteng yang lebih besar dan lebih bagus," kata Mas Haris setelah kami sampai di Villa Dharma Bhakti. "Aku lebih suka yang tadi," kataku. Bagiku, klenteng sebelumnya yang aku lupa namanya memiliki kesan magis tersendiri. Memang kecil, sih. Tetapi, klenteng ini punya daya magis yang membuat mereka yang datang bisa langsung terhipnotis, sakral sekali.
Dan di klenteng ini, kami berdua bertemu dengan Mas Deli dari TelusuRI dan Mas Randy yang pernah menjadi pengacara di acara Sekoolah TelusuRI. Wah, dunia sempit, ya! Atau memang Jakarta yang terlalu sempit? Ah, mungkin aku yang mainnya kurang jauh, jadi ya ketemunya yang itu-itu saja wakakaka.
Di tulisan kali ini, aku pengen nulis tentang sejarah Imlek dll. Tapi, aku tak tahu banyak tentang itu. Jadi ya, batal aja deh hahahha daripada aku salah XD. Oh ya, tepat 15 hari setelah acara Imlek, akan ada perayaan Cap Go Meh yang jatuh papda tanggal 11 Februari, lho. Dan kata bapaknya yang aku ngajak ngobrol di atas, akan ada arak-arakan di kawasan Kota dan sekitarnya sebagai bentuk sukacita Imlek.
"Jalanan akan ditutup karena akan ada pawai. Ke sini saja, mbak," kata Bapaknya.
Pengen lihat sih, tetapi sayangnya aku nggak bisa ke TKP huhu.. Sedih amat yak hahah. Its okay. Pasti akan banyak pengalaman lain yang bisa aku ceritakan di blog ini. Tunggu saja! :)
Oh ya, ternyata nuansa Imlek sama saja dengan lebaran, ya. Ada cara bagi-bagi angpao XD. Jadi, kawasan klenteng di Petak Sembilan benar-benar penuh dengan pengemis huhu. Sedih sih, liatnya. Tapi, mungkin memang sudah tradisinya seperti ini kali, ya.
Salam,
Jakarta Pusat
Kupikir daerah ini istimewa, ternyata biasa saja. Bagiku, masih keren wilayah pecinan Semarang, sih. Ya mungkin karena aku asli Semarang dan sedang rindu pulang juga. Biasalah, sudut pandang subyektif selalu mengikuti, itu pasti. Mas Haris menunjukkanku klenteng pertama.
"Kita sudah sampai," katanya. Lah, kok biasa saja, pikirku waktu itu. Kami diizinkan masuk oleh warga sekitar yang ada di klenteng. "Masuk saja, tidak apa-apa, kok," sambut mereka ramah. Iya, kami dibebaskan untuk masuk sekadar melihat-lihat atau mengambil gambar orang-orang yang tengah beribadah. Dengan sedikit ragu, aku pun masuk ke dalam.
Memang naluri fotografer kali, ya. Aku ditinggalkan dan Mas Haris asyik membidik obyek foto. Aku yang memang masih merasa kikuk di dalam, akhirnya duduk mengobrol dengan salah seorang bapak2 paruh baya yang sepertinya keturunan China asli (terlihat dari wajahnya, sih hahaha). Aku menanyakan ini dan sekarang aku lupa apa yang telah aku tanyakan XD. Blogger macam apa saya ini hahahaha.
Oh ya, pertama kali masuk ada yang bikin keki dan kzl abis. Aku datang dengan menggunakan kacamata. Tetapi, ketika masuk ke klenteng Mas Haris bilang, "lepas saja kacamatamu itu, biar sama dengan mereka (Orang China)," -_________________________- Ini buka kali pertamanya sih aku diperlakukan seperti ini oleh orang-orang di sekitaranku. Mungkin, karena memang aku sipit dan sometimes sangat sipit kali, ya hahahaha.
Villa Dharma Bhakti, Petak Sembilan
Setelah cukup puas, kami menuju ke klenteng selanjutnya. Aku masih penasaran dengan sekitaran kawasan ini. Rasa-rasanya memang kawasan pecinan. Hanya saja, kalau dibandingkan dengan Semarang kawasann ini lterlihat lebih kumuh dengan gang-gang yang sangat sempit. Bahkan, ketika ada dua mobil berpapasan pun salah satu harus mengalah untuk 'mojok' supaya yang dari arah berlawanan bisa lewat."Ini, klenteng yang lebih besar dan lebih bagus," kata Mas Haris setelah kami sampai di Villa Dharma Bhakti. "Aku lebih suka yang tadi," kataku. Bagiku, klenteng sebelumnya yang aku lupa namanya memiliki kesan magis tersendiri. Memang kecil, sih. Tetapi, klenteng ini punya daya magis yang membuat mereka yang datang bisa langsung terhipnotis, sakral sekali.
Dan di klenteng ini, kami berdua bertemu dengan Mas Deli dari TelusuRI dan Mas Randy yang pernah menjadi pengacara di acara Sekoolah TelusuRI. Wah, dunia sempit, ya! Atau memang Jakarta yang terlalu sempit? Ah, mungkin aku yang mainnya kurang jauh, jadi ya ketemunya yang itu-itu saja wakakaka.
Di tulisan kali ini, aku pengen nulis tentang sejarah Imlek dll. Tapi, aku tak tahu banyak tentang itu. Jadi ya, batal aja deh hahahha daripada aku salah XD. Oh ya, tepat 15 hari setelah acara Imlek, akan ada perayaan Cap Go Meh yang jatuh papda tanggal 11 Februari, lho. Dan kata bapaknya yang aku ngajak ngobrol di atas, akan ada arak-arakan di kawasan Kota dan sekitarnya sebagai bentuk sukacita Imlek.
"Jalanan akan ditutup karena akan ada pawai. Ke sini saja, mbak," kata Bapaknya.
Pengen lihat sih, tetapi sayangnya aku nggak bisa ke TKP huhu.. Sedih amat yak hahah. Its okay. Pasti akan banyak pengalaman lain yang bisa aku ceritakan di blog ini. Tunggu saja! :)
Oh ya, ternyata nuansa Imlek sama saja dengan lebaran, ya. Ada cara bagi-bagi angpao XD. Jadi, kawasan klenteng di Petak Sembilan benar-benar penuh dengan pengemis huhu. Sedih sih, liatnya. Tapi, mungkin memang sudah tradisinya seperti ini kali, ya.
Salam,
Jakarta Pusat
6 Comments
Wah pas banget nih semalam aku juga ke klenteng di kawasan Pecinan Semarang (aku bukan orang Semarang asli tapi selalu excited kalau ke Semawis) :D
BalasHapusdi Klenteng yang aku lupa namanya apa dan susah diinget2 itu aku sempat liat ada anak2 latihan nari. ini kali kedua aku ke situ, dulu pas ke klenteng yang sama suasananya sepi dan klentengnya tutup jadi ga bisa masuk. Untung kali ini bisa masuk jadi rasa penasaran tentang apa yang ada di dalam klenteng terjawab sudah.
dhe-ujha.com (maaf komennya panjang & sok kenal) hahaha
Hihi ayo main main ke klenteng mba buat pengetahuan XD
HapusKebagian angpao nga sep? Hihi. Jaman kerja dulu bosku juga Tionghoa tiap tahun baru imlek dikasih angpao 😁😁
BalasHapusenggak mbaaa huwaaaa 😁😁😁😁
HapusTernyata seru juga ya sesekali jalan2 dikawasan pecinan..
BalasHapusIya Mba Nurul seruuu banget apalagi kalau masuk ke dalem juga hehehe
HapusHalo!
Terima kasih telah membaca blog www.dwiseptia.com. Semoga konten yang ada di blog ini bisa menginspirasi. Doakan saya bisa produksi konten yang lebih baik, ya!
Oh, ya kalau ada rekues konten silakan tulis di kolom komentar, ya! ^^