Biar Pendek, Puncak Gunung Andong Selalu Menawan untuk Para Pendaki
"biar pendek, puncak Gunung Andong selalu menawan untuk para pendaki..."
Gimana gimana, setuju nggak saja kuot terbijaq ala Septi? wqwqwq. Jian tenan ya kalau bikin kuot sok sokan bijaq padahal serampangan HAHAHAHA. Padahal naik gunung pendek buat gaya-gayaan , tapi gayanya sok-sokan selangit wkwkw ya Allah maap maap kalo nyebelin intronya HAHAHA.
I've gotta so many problem and it really made me feeling so lost. Ngerasa kayak nggak guna karena terus-terusan nyalahin diri sendiri dan berakibat fatal sampai kena insecurities syndrome. Nggak enak banget beneran. Sedih!!!
Terus gimana?
Sebelum melanjutkan chapter kali ini, lemme tell you guys a quote, first:
Aku memutuskan untuk pergi ke Gunung Andong, gunung yang tidak terlalu jauh dari rumahku. Butuh waktu sekitar 2 jam untuk bisa sampai ke basecamp Gunung Andong dengan mengendariai motor. Nggak terlalu jauh, tapi nggak dekat juga, sih. Tapi aku senang akhirnya bisa ke gunung.
Aku berangkat dari Semarang sekitar pukul 11 malam. Iya, malem banget. Soalnya sekarang anak kantoran yang mana nggak bisa capcus kapan aja kek biasanya. Hahahah cieee anak kantoran :)))). Dan epicnya, aku mau naik gunung nggak punya peralatan. Hmm, as always sewa sewa dan sewa. Tapi, kali ini nggak HAHAHAHAH. Punya bos yang punya hobi muncak really help me. Aku ditawari minjem peralatan karena dia punya banyak. Duh, bikin bahagiak ternyata punya bos yang suka daki jugak hwehwehhweeee :)))
Jadi, hampir semua peralatan, kayak tenda, kompor, nesting, headlamp, matras minjem semua wkwkwk. Plusnyaaa, dipinjemin tas jugak! Ini anak nggak modal banget ya aku hahahahha. Tapi aku punya tas, matras dan headlamp juga kok hahaha. Kompor sama nestingnya yang emang belum punya. Someday lah beli beli beli XD
Jadi, ada 3 jalur untuk naik ke puncak Andong, yaitu via Sawit, via Gogik dan 1 lagi aku lupa hahahaha. Terakhir naik itu via Gogik pas sama Reza dan Anggit DAN NYASARRRR hahahahaha. Tulisannya bisa di baca di sini:
Lalu, aku memutuskan untuk naik via sawit karena sedikit trauma bakalan nyasar lagi wqwqwq. Anaknya lemah sekali yha XD. Singkat cerita, aku sampai di basecamp sekitar pukul 00.30 WIB. Sudah dini hari dan gunung sedang dingin-dinginnya. Eh, nggak gunung juga, semuanya sedang dingin-dinginnya parah ketika aku memutuskan untuk naik gunung saat itu.
Hampir semua basecamp penuh. Padahal, aku naik Sabtu pagi, bukan Minggu pagi. padat, meskipun nggak se crowded kalau Hari Minggu, sih. Dan aku memutuskan untuk masuk ke basecamp dan leyeh-leyeh menghangatkan badan sejenak sebelum memulai perjalanan.
Pukul 2 pagi, aku memutuskan untuk naik karena aku sadar betul aku akan ngantuk di jalan dan tidur selama pendakian. Yas, aku punya kebiasaan tidur di tengah-tengah perjalanan. Kalau ngantuk, aku biasanya take a break, nyender, terus merem gitu aja. Hampir nggak pernah nggak tidur kalau pendakian sih, selalu saja begitu hahaha padahal dingin banget. Tapi dinginnya kalah sama ngantuk meskipun kebangunnya gara-gara kedinginan juga *eh gimana hahahaha..
Butuh waktu sekitar hampir 3 jam untuk bisa sampai ke puncak. Ini sudah plus istirahat dan tidur dengan beban di pundak. Yaaaa kalau nggak bawa tas dan jalan terus bisa lah 1,5 - 2 jam sampai ke puncak. Nggak terlalu jauh, kok. Medannya pun masih okay buat pemula. Makanya, banyak banget yang ke gunung Andong mengingat puncaknya dekat dan medannya mudah.
Kamu tahu apa yang menyenangkan dari perjalanan? Prosesnya! Iya, proses perjalanan untuk bisa sampai ke puncak itu selalu menyenangkan. Mendengarkan adzan subuh yang menggema bersaut-sautan, melihat gemerlap lampu desa dari kejauhan, menyaksikan seribu bintang tepat di atas kepala kita. Semuanya, terasa sempurna. Menuliskannya saja bisa membuatku tergila-gila. Bayangan itu masih nyata terpampang di kepalaku.
Makin ke puncak, makin indah. Tentu saja, melihat sunrise yang menampakkan dirinya perlahan dari balik gunung tetangga sungguh tak terbayarkan dengan apapun jua. Bohong kalau nggak puas setelah sampai puncak meski harus berlelah-lelah. Semuanya terasa terbayar lunas. Legaaaa banget rasanya Masya Allah lihat pemandangan seindah itu setelah berjuang mengalahkan diri sendiri.
Pada akhirnya, yang perlu kita taklukan adalah diri sendiri, bukan? Bukan orang lain, bukan pendaki lain, bukan medan yang kita tapaki, bukan pula rencana-rencana yang telah kita susun sedemikian rupa.
Di puncak aku tersenyum, melihat matahari menampakkan dirinya begitu manis -- tersenyum begitu apa adanya dan membuat kami semua, para pendaki, jatuh cinta :)
I've gotta so many problem and it really made me feeling so lost. Ngerasa kayak nggak guna karena terus-terusan nyalahin diri sendiri dan berakibat fatal sampai kena insecurities syndrome. Nggak enak banget beneran. Sedih!!!
Terus gimana?
Sebelum melanjutkan chapter kali ini, lemme tell you guys a quote, first:
"don't judge every process if you really never know the real condition of people u judge."
Sebuah tamparan datang dan memporak-porandakan hidupku. Ini parah, sih. Secuek ini bisa kena insecurities syndrome itu parah-rah-rah. Siapa yang parah? Semuanya. Either yang ngejudge sembarangan atau aku yang kena judge dan akhirnya nyalahin diri sendiri nggak ada habisnya. Lalu jadi merenung, aku pernah kayak gini ke orang lain juga nggak, ya? Ya Allah, kalau pernah rasanya pengen minta maaf udah pernah kejam banget...
Oke, singkat kata.. Gara-gara kejadian simple yang berdampak besar ke hidupku itu, aku jadi linglung bukan main -- diajak ngomong nggak fokus, kerjaan jadi typo semua (maklum, anak konten mainnya ngetik-ngetik muluuukkk), pulang jadi malem terus, di jalan bawaanya ngelamun, and many things! Saking nggak pernahnya sekacau ini gara-gara orang luar, ada dong yang nanya "hah, Septi bisa stress? Gila siiihhhhhhhh seorang secuek Septi aja bisa begini."
HAHAHAHAHA
INSECURITIES can beat everyone, dude ~
Berkali-kali cari solusi. Solat, ngaji itu sudah pasti. Pikiran melayang-layang, tapi kewajiban nggak boleh sampai terlewatkan. Bedanya, fokusnya agak kepecah. Bawannya emosional banget -- mo nangis, tantrum bukan main dan sekacau itu. Semua orang kena efeknya -- komunikasi nggak lancar, nggak enak diajak diskusi, jadi penyendiri dan yaah begitulah :(
Dan alam selalu memanggilku ~
Aku nggak tahu sih, tapi apapun, kapanpun kalau pikiran lagi cupet, ati lagi senep (eh maap ini bahasa campur-campur wkwk), aku selalu keluar, cari angin, cari suasana biar enakan. Dan gunung, selalu jadi pelarian. Gunung atau air terjun -- yah, kemanapun asal aku bisa ke alam bebas. Yhaaaaaa begitulah anak rimba hidupnya di alam syekali wqwq.Aku memutuskan untuk pergi ke Gunung Andong, gunung yang tidak terlalu jauh dari rumahku. Butuh waktu sekitar 2 jam untuk bisa sampai ke basecamp Gunung Andong dengan mengendariai motor. Nggak terlalu jauh, tapi nggak dekat juga, sih. Tapi aku senang akhirnya bisa ke gunung.
Aku berangkat dari Semarang sekitar pukul 11 malam. Iya, malem banget. Soalnya sekarang anak kantoran yang mana nggak bisa capcus kapan aja kek biasanya. Hahahah cieee anak kantoran :)))). Dan epicnya, aku mau naik gunung nggak punya peralatan. Hmm, as always sewa sewa dan sewa. Tapi, kali ini nggak HAHAHAHAH. Punya bos yang punya hobi muncak really help me. Aku ditawari minjem peralatan karena dia punya banyak. Duh, bikin bahagiak ternyata punya bos yang suka daki jugak hwehwehhweeee :)))
Jadi, hampir semua peralatan, kayak tenda, kompor, nesting, headlamp, matras minjem semua wkwkwk. Plusnyaaa, dipinjemin tas jugak! Ini anak nggak modal banget ya aku hahahahha. Tapi aku punya tas, matras dan headlamp juga kok hahaha. Kompor sama nestingnya yang emang belum punya. Someday lah beli beli beli XD
Naik Andong via Sawit
Jadi, ada 3 jalur untuk naik ke puncak Andong, yaitu via Sawit, via Gogik dan 1 lagi aku lupa hahahaha. Terakhir naik itu via Gogik pas sama Reza dan Anggit DAN NYASARRRR hahahahaha. Tulisannya bisa di baca di sini:
Lalu, aku memutuskan untuk naik via sawit karena sedikit trauma bakalan nyasar lagi wqwqwq. Anaknya lemah sekali yha XD. Singkat cerita, aku sampai di basecamp sekitar pukul 00.30 WIB. Sudah dini hari dan gunung sedang dingin-dinginnya. Eh, nggak gunung juga, semuanya sedang dingin-dinginnya parah ketika aku memutuskan untuk naik gunung saat itu.
Hampir semua basecamp penuh. Padahal, aku naik Sabtu pagi, bukan Minggu pagi. padat, meskipun nggak se crowded kalau Hari Minggu, sih. Dan aku memutuskan untuk masuk ke basecamp dan leyeh-leyeh menghangatkan badan sejenak sebelum memulai perjalanan.
Pukul 2 pagi, aku memutuskan untuk naik karena aku sadar betul aku akan ngantuk di jalan dan tidur selama pendakian. Yas, aku punya kebiasaan tidur di tengah-tengah perjalanan. Kalau ngantuk, aku biasanya take a break, nyender, terus merem gitu aja. Hampir nggak pernah nggak tidur kalau pendakian sih, selalu saja begitu hahaha padahal dingin banget. Tapi dinginnya kalah sama ngantuk meskipun kebangunnya gara-gara kedinginan juga *eh gimana hahahaha..
Butuh waktu sekitar hampir 3 jam untuk bisa sampai ke puncak. Ini sudah plus istirahat dan tidur dengan beban di pundak. Yaaaa kalau nggak bawa tas dan jalan terus bisa lah 1,5 - 2 jam sampai ke puncak. Nggak terlalu jauh, kok. Medannya pun masih okay buat pemula. Makanya, banyak banget yang ke gunung Andong mengingat puncaknya dekat dan medannya mudah.
Sunrise, Aku Padamu!
Kamu tahu apa yang menyenangkan dari perjalanan? Prosesnya! Iya, proses perjalanan untuk bisa sampai ke puncak itu selalu menyenangkan. Mendengarkan adzan subuh yang menggema bersaut-sautan, melihat gemerlap lampu desa dari kejauhan, menyaksikan seribu bintang tepat di atas kepala kita. Semuanya, terasa sempurna. Menuliskannya saja bisa membuatku tergila-gila. Bayangan itu masih nyata terpampang di kepalaku.
Makin ke puncak, makin indah. Tentu saja, melihat sunrise yang menampakkan dirinya perlahan dari balik gunung tetangga sungguh tak terbayarkan dengan apapun jua. Bohong kalau nggak puas setelah sampai puncak meski harus berlelah-lelah. Semuanya terasa terbayar lunas. Legaaaa banget rasanya Masya Allah lihat pemandangan seindah itu setelah berjuang mengalahkan diri sendiri.
Pada akhirnya, yang perlu kita taklukan adalah diri sendiri, bukan? Bukan orang lain, bukan pendaki lain, bukan medan yang kita tapaki, bukan pula rencana-rencana yang telah kita susun sedemikian rupa.
Di puncak aku tersenyum, melihat matahari menampakkan dirinya begitu manis -- tersenyum begitu apa adanya dan membuat kami semua, para pendaki, jatuh cinta :)
8 Comments
Bisa tidur ketika mendaki itu keren..hahaahaha..dulu aku pernah tidur sambil berdiri. Sekitar 5 menit, trus lanjut lagi :D
BalasHapusYaa andong memang tidak tinggi, tapi memiliki pemandangan yg bagus. Pemandangan beberapa gunung bisa dinikmati ketika berada di puncaknya.
Duuh, jadi pengen nanjak lagi :3
Padahal sering ke Magelang tapi masih blm sempat ke gunung andong, sepertinya menarik sekali, tapi apalah dayaku yg bukan anak gunung, jadi malas aja klo Jalan kaki jauh *duh anak manja.
BalasHapusGunung yang selalu bikin merindu.
BalasHapusBtw, saya bingung dengan 5 paragraf pertama... Hahahaha
Salam
Aku sudah kapok naik gunung nih, badanku terlalu berat buat diajak jalan ke tanjakan. Aku ke pantai aja klo lg senep 😂
BalasHapusAwal baca, saya pikir akan dapat tips-tips mengadapi insecurity syndrom (sampai saya googling, itu sindrom jenis apa, baru denger soalnya)... lalu endingnya berakhir dengan cerita naik gunung.. saya beranggapan kalau naik gunung adalah salah satu cara kak Septi menghilangkan perasaan negatifnya.. semoga kesimpulan saya benar hehehe
BalasHapusJd pengen naik gunung tp ga ada temen yg mau kesana
BalasHapusKapan kita mendaki bareng?
BalasHapusKamu cerita naik andong ini bayanganku naik kereta yang ditarik kuda itu donk. Sampai baca berkali-kali biar paham
BalasHapusHalo!
Terima kasih telah membaca blog www.dwiseptia.com. Semoga konten yang ada di blog ini bisa menginspirasi. Doakan saya bisa produksi konten yang lebih baik, ya!
Oh, ya kalau ada rekues konten silakan tulis di kolom komentar, ya! ^^