Bapak, Laki-laki yang Tidak Akan Pernah Bisa Menikahkanku
Apa impian terbesarmu dalam hidup?
Akan selalu ada impian yang benar-benar menjadikan kita menjadi pemimpi dalam waktu yang lama. Akan selalu ada hal yang membuat kita lebih teguh untuk bersujud, sambil mengurai air mata dan membiarkan lantai basah karena sesenggukan yang tak berkesudahan.
Akan selalu ada hal-hal yang membuat diri kita bersabar lebih lama, meski kita tidak tahu sampai kapan batas sabar sebetulnya.
Sebagai pejuang nikah muda, aku selalu membayangkan momen dimana aku bisa menemukan pangeran berkuda putihku dan bersiap bergegas bersamanya menjemput restu dari orang tuaku. Sebab, baktiku akan berpindah kepadanya.
Namun, ada dua hal dalam hidup ini yang begitu ingin aku rasakan. Satu kali dalam seumur hidup yang tidak akan aku lupakan, satu hal dalam hidup yang akan membuatku tidak akan pernah lupa.
Mungkin kalian mengira ini sederhana, tetapi tidak buatku. Lahir di tengah-tengah keluarga dengan latar belakang agama yang berbeda membuatku harus siap dan ikhlas untuk tidak merasakan kedua hal tersebut.
Aku selalu membayangkan betapa indahnya menjadi seorang makmum atas Bapak, bersama Ibu dan Mas Rio, kakak kandungku. Bagiku, pemandangan keluarga yang berjamaah, bapak dan anak terutama -- adalah pemandangan yang mahal buatku. Pemandangan yang tidak akan pernah cukup untuk membuatku bersyukur karena telah diizinkan untuk merasakan lewat mata dan hatiku secara langsung. Bahkan, menuliskannya saja sudah membuat jantungku berdebar dan kantung mataku penuh akan air.
Terlahir menjadi anak bungsu dari keluarga berkecukupan dan hanya punya 1 kakak, membuatku mau tidak mau dan suka tidak suka harus menjadi pribadi yang tanggung. Sebab, sejak kecil aku dan kakak terbiasa untuk bekerja agar bisa tetap jajan di sekolah dan tidak memberatkan orang tua kami.
Kakakku terbiasa membantu di bengkel, sedangkan aku membantu berjualan makaroni di sekolah dan berlanjut menjadi admin warnet. Setiap hari, kami jarang bertemu. Apa hubungannya dengan Bapak?Tidak ada. Hanya saja, kesibukan kami yang menyita waktu membuat masing-masing dari diri kami terlalu asyik di luar dan kembali ke rumah dalam kondisi yang lelah dna tidak mungkin untuk bercengkrama.
Boro-boro ngobrol, berpapasan muka saja jarang sekali. Artinya? Aku yang berharap bisa menjadi makmum atas kakakku pun harus rela untuk mengubur impianku dalam-dalam. Cukuplah aku diberi nikmat untuk bisa bersujud sendiri di lima waktuku meski dalam lubuk hati masih ingin merasakan bagaimana surganya bisa berjamaah bersama bapak atau masku sendiri.
Impian sederhana yang ketidakmungkinan untuk mewujudkannya melebihi apapun yang aku inginkan, setidaknya untuk saat ini.
Kalian tidak akan mengerti bagaimana sesaknya dada ini menyimpan impian sederhana ini dalam jangka waktu yang lama. Sejak aku mengerti bahwa menikah butuh wali, hingga aku menyadari bahwa suatu hari disaat hari itu tiba, aku tidak bisa mendapati Bapak memberikan restu atas laki-laki pilihanku sebab Beliau bukan waliku.
Bagaimana rasanya patah hati, mungkin tidak akan sesakit dan sepedih ini.
Hingga waktu yang terlah terlewatkan dan air mata yang telah kuhabiskan tak jua mmebuatku pada akhirnya mendapati apa yang kuinginkan dan kucita-citakan.
Sampai-sampai aku harus menjadi seseorang -- gadis yang lagi-lagi harus mengubur impiannya dalam-dalam karena memang memaksakan kehendak bukanlah sesuatu yang pantas dalam kasus ini.
Benarkah demikian adanya?
NS: Menuliskannya sambil menahan air mata, sambil membayangkan betapa indahnya pernikahan teman-teman yang didalamnya ada restu dari walinya yang tidak lain dan tidak bukan adalah Bapaknya sendiri.
Salam,
Akan selalu ada hal-hal yang membuat diri kita bersabar lebih lama, meski kita tidak tahu sampai kapan batas sabar sebetulnya.
Sebagai pejuang nikah muda, aku selalu membayangkan momen dimana aku bisa menemukan pangeran berkuda putihku dan bersiap bergegas bersamanya menjemput restu dari orang tuaku. Sebab, baktiku akan berpindah kepadanya.
Namun, ada dua hal dalam hidup ini yang begitu ingin aku rasakan. Satu kali dalam seumur hidup yang tidak akan aku lupakan, satu hal dalam hidup yang akan membuatku tidak akan pernah lupa.
- Shalat berjamaah dengan Bapak, dan
- Dinikahkan oleh Bapak
Mungkin kalian mengira ini sederhana, tetapi tidak buatku. Lahir di tengah-tengah keluarga dengan latar belakang agama yang berbeda membuatku harus siap dan ikhlas untuk tidak merasakan kedua hal tersebut.
Aku selalu membayangkan betapa indahnya menjadi seorang makmum atas Bapak, bersama Ibu dan Mas Rio, kakak kandungku. Bagiku, pemandangan keluarga yang berjamaah, bapak dan anak terutama -- adalah pemandangan yang mahal buatku. Pemandangan yang tidak akan pernah cukup untuk membuatku bersyukur karena telah diizinkan untuk merasakan lewat mata dan hatiku secara langsung. Bahkan, menuliskannya saja sudah membuat jantungku berdebar dan kantung mataku penuh akan air.
Setidaknya hatiku tidak mati ~
Terlahir menjadi anak bungsu dari keluarga berkecukupan dan hanya punya 1 kakak, membuatku mau tidak mau dan suka tidak suka harus menjadi pribadi yang tanggung. Sebab, sejak kecil aku dan kakak terbiasa untuk bekerja agar bisa tetap jajan di sekolah dan tidak memberatkan orang tua kami.
Kakakku terbiasa membantu di bengkel, sedangkan aku membantu berjualan makaroni di sekolah dan berlanjut menjadi admin warnet. Setiap hari, kami jarang bertemu. Apa hubungannya dengan Bapak?Tidak ada. Hanya saja, kesibukan kami yang menyita waktu membuat masing-masing dari diri kami terlalu asyik di luar dan kembali ke rumah dalam kondisi yang lelah dna tidak mungkin untuk bercengkrama.
Boro-boro ngobrol, berpapasan muka saja jarang sekali. Artinya? Aku yang berharap bisa menjadi makmum atas kakakku pun harus rela untuk mengubur impianku dalam-dalam. Cukuplah aku diberi nikmat untuk bisa bersujud sendiri di lima waktuku meski dalam lubuk hati masih ingin merasakan bagaimana surganya bisa berjamaah bersama bapak atau masku sendiri.
Menjelang Dewasa . . .
Menjelang dewasa -- melawati masa remaja yang peniuh dengan suka cita, masih ada harap yang tersimpan begitu rapat dari lubuk hati terdalam.Impian sederhana yang ketidakmungkinan untuk mewujudkannya melebihi apapun yang aku inginkan, setidaknya untuk saat ini.
Dinikahkan Oleh Bapak dengan Beliau sebagai Waliku
Kalian tidak akan mengerti bagaimana sesaknya dada ini menyimpan impian sederhana ini dalam jangka waktu yang lama. Sejak aku mengerti bahwa menikah butuh wali, hingga aku menyadari bahwa suatu hari disaat hari itu tiba, aku tidak bisa mendapati Bapak memberikan restu atas laki-laki pilihanku sebab Beliau bukan waliku.
Bagaimana rasanya patah hati, mungkin tidak akan sesakit dan sepedih ini.
Sujudku Mungkin Kurang Lama
Hingga waktu yang terlah terlewatkan dan air mata yang telah kuhabiskan tak jua mmebuatku pada akhirnya mendapati apa yang kuinginkan dan kucita-citakan.
Sujudku Mungkin Kurang Lama
Sampai-sampai aku harus menjadi seseorang -- gadis yang lagi-lagi harus mengubur impiannya dalam-dalam karena memang memaksakan kehendak bukanlah sesuatu yang pantas dalam kasus ini.
Benarkah demikian adanya?
NS: Menuliskannya sambil menahan air mata, sambil membayangkan betapa indahnya pernikahan teman-teman yang didalamnya ada restu dari walinya yang tidak lain dan tidak bukan adalah Bapaknya sendiri.
Salam,
2 Comments
Membacanya pun sambil menahan air mata
BalasHapussemoga tidak perlu mengalami yang saya alami, ya
HapusHalo!
Terima kasih telah membaca blog www.dwiseptia.com. Semoga konten yang ada di blog ini bisa menginspirasi. Doakan saya bisa produksi konten yang lebih baik, ya!
Oh, ya kalau ada rekues konten silakan tulis di kolom komentar, ya! ^^