Kedung Gong, Wisata Alam di Rahtawu Kudus yang Masih Terjaga Keasriannya

 

\\ "enak ya, Sep.. Sekarang tinggal slow living di desa." //

Enak banget! Hehe ~

Kataku yang cengengesan setiap kali perkataan ini mampir ke telingaku atua chat WhastApp-ku. Enak karena memang yang dibagikan yaa enaknya saja hehehe ~

Butuh waktu cukup lama untuk menerima bahwa aku sudah tinggal di desa. Meski hidup di desa termasuk salah satu wishlist-ku zaman gadis dulu. Tapi aku tidak mengira bahwa hidupku berubah 360 derajat seperti sekarang ini.

Aku pernah menyeletuk bahwa aku tidak ingin menikah dengan lulusan Universitas Negeri Semarang atau seseorang yang tinggal di kawasan Pantura atau karesidenan Pati (Demak, Kudus, Pati, Jepara). Boom! Takdir Allah ternyata membawaku jauuuuhhh sekali sampai aku harus berhadapan takdir yang aku hindari saat masih melalangbuana ke manapun aku mau.

Jauh mencari, ternyata jodohnya malah mas-mas Universitas Negeri Semarang yang asli Kudus. Menarik sekali, bukan?

Dari Kota ke Desa, Apakah Aku Baik-Baik Saja?

Aku sempat membayangkan bagaimana hidup di desa. Namun tidak mengira bahwa ternyata membayangkan singgah dan menetap adalah kedua hal yang harus dipahami secara berbeda.

Selama masih gadis, aku terbiasa menjadi metamorfosa remaja yang suka melalang buana ke sana kemari mencari jati diri. Sekolah dan bekerja dalam satu waktu yang sama membuatku tak punya cukup ruang untuk bisa menemukan momen santai untuk menikmati waktuku bersama diriku sendiri.

Aku yang senang sekali dengan waktu sibuk pun seringkali hanyut dalam rentetan to-do-list yang membuat hari-hariku tak sempat memikirkan tentang masa depan, tentang jodoh.

Sampai akhirnya aku bertemu dengan suamiku yang ternyata adalah seseorang yang tak pernah kubayangkan. Mas-mas perantau yang asalnya dari desa yang persis sekali dengan yang aku berusaha hindari, yakni mas-mas lulusan Universitas Negeri Semarang dan warga asli Kudus. Masya Allah....

Pertama Tinggal di Kudus

Setelah acara unduh mantu, ibu mertuaku menyuruh mas untuk mengajakku ke Rahtawu, salah satu area gunung di Kudus yang masih asri. Tak heran bila beliau menyuruhku untuk main ke sana karena aku sering mengeluh bahwa Kudus itu panas karena jalan antar kota antar propinsinya yang didominasi dengan jalanan aspal penuh kendaraan besar.

Tapi, sesampainya di Rahtawu, semuanya terpatahkan. Selama di perjalanan naik roda dua, aku tercengang dan masih tidak percaya bahwa aku masih ada di Kudus, kota santri yang sering kubilang panas dan berdebu itu punya spot hidden gem yang bisa menyapa sisi tenangku.

Butuh waktu tempuh kurang lebih 30-45 menit untuk bisa sampai ke Rahtawu dari rumah kami. Waktu tempuh ini termasuk singkat untukku yang sering berpindah dari satu tempat ke tempat lain semasa belum menikah. Tapi entah mengapa, kali ini perjalanannya terasa berbeda. Mungkin, karena sudah diboncengin, ya? Ahahaha duh malah nostalgia ~

Rahwatu, Pesona Kudus yang Masih Asri dengan Hijau Pemandangannya

Mas mengajakku duduk sambil mencari dimana kami bisa singgah selama di Rahtawu. Kami sempat duduk di cangkruk, sebutan untuk kursi bambu yang sering dijumpai di depan warung-warung makan sederhana sambil merasakan embusan angin sepoi-sepoi yang membuatku sedikit mengantuk. Aku terpana tak habis-habisnya. "Ini beneran di Kudus?" Tanyaku memastikan sekaligus meremehkan hehe maklum, aku benar-benar tidak menyangka ada sisi hijau di Kudus.

Setelah merasa cukup membuktikan hijaunya Kudus kepadaku, mas mengajakku pulang.

Aku pulang dengan perasaan bahagia dan lega. Bahagia sebab aku masih bisa menikmati sejuknya kota Kudus serta lega karena aku tak perlu ke luar kota untuk bisa menemukan hijaunya alam sekitar karena Kudus punya Rahtawu.

Kini, usia pernikahanku menginjak 6 tahun dengan dua orang anak yang menggemaskan, Allahumma baarik. Aku yang biasanya sendiri mengitari kota dengan menenteng laptop ini tidak menyangka akan ada di titik mencari wisata alam bersama keluarga. Dan Rahtawu adalah satu dari sekian yang tak boleh terlewatkan untuk disambangi.

Memilih Kedung Gong untuk Bersantai Sambil Mengenalkan Alam Pada Anak

Kedung Gong - adalah area yang dipenuhi dengan warung pop mie dan kopi yang ada di Rahtawu yang kalau kamu masuk ke bawah, kamu akan menemukan area hijau yang penuh dengan gemericik air mengalir nan menyegarkan. Kami memilih tempat ini sebab kami ingin mengajak anak kami main air sambil sesekali jajan makanan instan hehe.

Untuk masuk ke kawasan Rahtawu, ada retribusi tiket 3.000 untuk dewasa, sedangkan anak-anak tidak dikenakan tiket alias masih GRATIS. Dan untuk masuk ke Kedung Gong-nya sendiri GRATIS. Cukup pesanan makanan saja dan kamu sudah bisa mencari tempat duduk yang menurutmu paling ideal.

Aku dan mas duduk di kursi sambil memesan makanan dan menunggu makanan datang. Sedangkan adik dan mbak tanpa menunggu lama masuk ke dalam kubangan air dan berenang berdua sambil sesekali melambaikan tangan kepada kami. "Alhamdulillah, rasanya lengkap sekali ya Allah, terima kasih." Aku menghela napas lega.

Mataku, telingaku, hidungku, hatiku rasanya lega sekali bisa menikmati alama semesta sesempurna ini bersama dengan anak-anak dan suamiku. Menyeruput pop mi sambil minum es kopi dingin favoritku sembari mencium bau tanah basah dari percikan air sungai yang sampai ke batu yang kami duduki. Duh, malah jadi pengen liburan lagi hehe

Kalau kalian warga Kudus atau sekitarnya atau pengen main ke Kudus, cobain deh ke Kedung Gong. Dijamin, kalian akan terpuaskan dengan indahnya alam di sana. Insya Allah hehehe ~

Terakhir, kalau Wonosobo punya Posong dan Dieng, Ungaran punya Mawar, maka perkenankan aku mengenalkan Rahtawu ke kalian semua hihi.

Main-main, yuk!

8 Comments

  1. MashaAllaa~
    Bahagianyaa bisa hidup slow living dan tenang. Dimanapun kita ditakdirkan, itu bener-bener rahasia Ilahi yaa..
    Kalau diinget-inget lagii.. rasanya pasti pingin ketawa sendiri.
    Yang penting akhirnya yaah.. B A H A G I A.

    Aamiin.
    Barakallahu fiikum.

    BalasHapus
  2. Kirain mengulas tempat wisata bernama Rahtawu, ternyata tentang jodoh. Memang ya jodoh itu rahasia. Selalu menarik cerita pertemuan jodoh. Langgeng selalu. Aamiin

    BalasHapus
  3. Jodoh memang tidak akan kemana ya, Kak. Dihindari, kalau sudah jodohnya ya menikah juga dengan anak lulusan UNS. Semoga keluarga bahagia dan langgeng. Aamiin.

    BalasHapus
  4. Penasaran euy dengan keindahan Rahtawu Kudus. Apakah wisatanya di sini hanya wisata alam? atau ada wisata religi juga? ditunggu cerita keindahan Rahtawu nya ya...

    BalasHapus
  5. Aku pernah ke Rahtawu tahun 1993, Sep hehehee.. udah lahir belum dirimu? :D
    Jauuuh banget ya masuknya ke desa itu. Dulu ke sana dalam rangka diksar pencinta alam sih. Dari Rahtawu jalan menembus hutan dan gunung, keluarnya di Desa Damarwulan, Keling Jepara. Udah sampe babak belur tuh badan kelaparan dan capek hehehee... Kapan2 kudu ke Rahtawu lagi dengan kondisi yang jauh lebih menyenangkan.

    BalasHapus
  6. Seketika aku langsung kepo, donk seperti apa Rahtawu dan Kedunggong nya, ehee
    Memang ya mbak, kadang sesuatu yang kita hindari justru yang didapatkan, soalnya ini relate banget dengan kehidupanku,
    Beruntung masih memiliki wisata hijau untuk refresh di Kudus, ya

    BalasHapus
  7. Emang bener ya kadang Tuhan menguji kita sama ucapan. Jadi harus hati-hati jangan sembarangan ngomong. Ah sayang sekali ga ada foto-foto tempat wisatanya, Mbak. Jadi kepo aku tuh

    BalasHapus
  8. salfok sama meja kursi yang ada di tengah air, itu aman ya mbak? atau debit airnya pernah deras? nggak cuma soal pemandangan yang asri tapi juga nilai hidup -

    BalasHapus

Halo!

Terima kasih telah membaca blog www.dwiseptia.com. Semoga konten yang ada di blog ini bisa menginspirasi. Doakan saya bisa produksi konten yang lebih baik, ya!
Oh, ya kalau ada rekues konten silakan tulis di kolom komentar, ya! ^^

Follow Me On Instagram